Berilmu Tetapi Sombong
Kenapa ikut resmi lalang…sombongnya kita?
Begitu sukar sekali untuk saya meneruskan penulisan berkenaan hal ini. Berfikir dan berfikir, layakkah saya. Kerna saya khuatir mampukah saya. Atau saya dua kali lima, lima kali dua. Atau saya dikategori masih belum teruji lagi dengan ujian ini. Saya merenung, setidak-tidaknya tulisan ini mampu mengingatkan saya, memuhasabahkan diri dan kalian yang sudi bertandang dan membaca.
Di saat saya bersekolah rendah di SK Padang Pohon Tanjong suatu ketika dahulu, saya selalu membaca pada satu kalimah yang ditulis ditangga sekolah. Disebabkan tangga itulah yang saya guna setiap hari untuk menuju ke kelas saya ditingkat atas, maka berhari-harilah selama setahun saya membaca kalimah itu.
“Ikutlah resmi padi jangan ikut resmi lalang”. Ikut resmi padi semakin berisi semakin tunduk, ikut resmi lalang semakin berisi semakin meninggi.
Pada saat dan ketika itu, saya akui saya jahil. Saya tidak mengerti akan peribahasa itu. Setelah 12 tahun berlalu…saya semakin memahami maksud resmi itu. Bila mana kita belajar daripada kehidupan, maka Allah tunjukkan kepada kita ibrah atau pengajaran daripada kehidupan.
Begitu mendalam peribahasa itu. Mengingatkan kita supaya tidak sombong dengan ilmu, pangkat dan harta yang kita punyai. "Bawa resmi padi, makin berisi makin tunduk" ialah makin banyak ilmu atau makin tinggi pangkat makin merendah diri. Bandingan buah padi, makin berisi makin rendah; jangan seperti lalang, makin lama makin tinggi.
Apalah gunanya ilmu, pangkat, harta yang sementara itu sehingga membuatkan kita meninggi diri.
Saya tergerak hati untuk mengisahkan sesuatu di sini kerna dalam lembaran kehidupan seharian kita, kita akan berhadapan dengan pelbagai jenis ragam manusia, sehingga membuatkan saya gerun, bimbang seandainya terjerumus sama jika berada di kedudukan yang sama. “Nauzubillah Ya Allah, minta dijauhkan sifat terkutuk itu sehinggalah aku bertemu-Mu dengan aman.”
Imam Al-Ghazali pernah berkata, mereka yang bersifat ego tidak segan silu menghina orang lain sama ada di depan khalayak atau belakang serta menolak kebenaran dan nasihat baik yang diajukan kepada dirinya.
Sepatutnya ilmu itu membuatkan diri kita semakin dekat dengan Allah, tetapi malangnya tidak…ilmu yang ada kadangkala membuatkan seseorang itu sombong dengan ketinggian ilmu yang dia ada.
Punya ilmu yang tinggi menggunung, tapi ego, sombong, pemarah, memperlekehkan orang bawahan, mengutuk orang sesuka hati, sentiasa fikir semua yang dilakukannya betul dan orang lain sentiasa salah dan lemah. Bangga diri dengan kedudukannya, pengetahuannya dan pangkatnya.
Begitu bermegah dengan ‘title’ yang diperolehi…Prof…Dr…Ir…Ar…Itu dunia semata-mata. Sombong dengan kejayaan dan pencapaian yang telah tercapai dalam kehidupan…Na’uzubilla.
Jangan kita ingat kejayaan atau pencapaian kita sehingga ke hari ini atau ke tahap ini adalah hasil usaha kita semata-mata. Kadang-kadang kita tidak usaha pun, tapi Allah itu Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, masih memberi apa yang kita impikan.
Begitu susah di alam semester ini untuk kita mencari orang yang seumpama padi, semakin berisi semakin menunduk. Banyak yang kita jumpa manusia seumpama lalang, semakin berisi semakin meninggi, bongkak dan sombong.
Sebab itulah, di alam sekeliling kita hakikatnya banyak lalang daripada padi!
Bangga dengan kejayaan sendiri, meremehkan orang lain yang dianggap kurang berjaya berbanding kita…apa hak kita?
Semuanya ini hanya mampu dikawal dengan sifat rendah diri (tawaduk) dalam hatinya. Hakikatnya seseorang yang punya ilmu tidak mudah dapat mengawal hatinya daripada dihinggapi perasaan ego.
Allah juga mencela sifat ego seperti dalam firmannya dalam Surah An-Nahl ayat 23 yang bermaksud: “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang sombong”.
Mereka yang kurang bernasib baik...
Saya selalu berfikir apakah nasib anak-anak seagama kita yang kurang bernasib baik yang lahir dari keluarga miskin. Keluarga yang kurang bernasib baik yang sememangnya menyukarkan si anak untuk menyambung pengajian ke peringkat yang lebih tinggi kerna ketidakmampuan ibu bapa untuk menanggung perbelanjaan pengajian walaupun pada hakikatnya anak itu adalah anak yang punya otak yang pikat dan pintar.
Saya selalu berfikir bila mana saya melalui kawasan-kawasan pembinaan, lantas saya melihat kepada orang-orang yang sanggup berpanas hujan mencari wang ringgit untuk menanggung keluarga berkerja sebagai buruh binaan.
Selalu terlintas di hati saya, mungkin dia seorang yang pintar, tapi mungkin kurang bernasib baik, tidak mampu menyambung pengajian…lantas hanya mampu menjadi buruh.
‘Jangan kita memandang buruk pada seseorang, mungkin ia lebih baik daripada kita dan lebih baik amalnya’-hadis.
Kita berdoa…
Saya berdoa, kita berdoa…agar bilamana kita dikurniakan kejayaan, kejayaan itu tidak membuatkan kita lalai dan bongkak…bahkan kejayaan itu membuatkan kita menjadi orang yang lebih bersyukur dan lebih bermurah hati untuk menghulurkan pertolongan kepada orang yang kurang bernasib baik.
Kejayaan , kekayaan, kesenangan yang diperolehi seseorang bukan hanya untuk dinikmati oleh orang itu semata-mata…semakin banyak ilmu semakin banyak tanggungjawab yang perlu kita laksanakan.
Kejayaan yang Allah beri ini bukan FREE…!
Di sana ada tanggungjawab dan bebanan yang harus dipikul…
Allah itu Maha Adil…Allah tidak menjadikan kesusahan atau kemiskinan melainkan sebagai ujian
Allah juga tidak jadikan kesenangan dan kejayaan itu melainkan sebagai ujian. Setiap hambaNya memikul amanah sebagai Khalifah Allah mengikut kemampuan yang ada.
Semoga setiap ilmu yang dtuntut itu akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, menjadikan kita orang yang lebih bersyukur, tawadhu’, dan mengerti akan amanah yang perlu dipikul seumpama padi yang menunduk diri.
Cedok air dengan baldi,
Cedok nasi dengan senduk;
Baik dibawa resmi padi,
Semakin berisi semakin tunduk.
Kenapa ikut resmi lalang…sombongnya kita?
Begitu sukar sekali untuk saya meneruskan penulisan berkenaan hal ini. Berfikir dan berfikir, layakkah saya. Kerna saya khuatir mampukah saya. Atau saya dua kali lima, lima kali dua. Atau saya dikategori masih belum teruji lagi dengan ujian ini. Saya merenung, setidak-tidaknya tulisan ini mampu mengingatkan saya, memuhasabahkan diri dan kalian yang sudi bertandang dan membaca.
Di saat saya bersekolah rendah di SK Padang Pohon Tanjong suatu ketika dahulu, saya selalu membaca pada satu kalimah yang ditulis ditangga sekolah. Disebabkan tangga itulah yang saya guna setiap hari untuk menuju ke kelas saya ditingkat atas, maka berhari-harilah selama setahun saya membaca kalimah itu.
“Ikutlah resmi padi jangan ikut resmi lalang”. Ikut resmi padi semakin berisi semakin tunduk, ikut resmi lalang semakin berisi semakin meninggi.
Pada saat dan ketika itu, saya akui saya jahil. Saya tidak mengerti akan peribahasa itu. Setelah 12 tahun berlalu…saya semakin memahami maksud resmi itu. Bila mana kita belajar daripada kehidupan, maka Allah tunjukkan kepada kita ibrah atau pengajaran daripada kehidupan.
Begitu mendalam peribahasa itu. Mengingatkan kita supaya tidak sombong dengan ilmu, pangkat dan harta yang kita punyai. "Bawa resmi padi, makin berisi makin tunduk" ialah makin banyak ilmu atau makin tinggi pangkat makin merendah diri. Bandingan buah padi, makin berisi makin rendah; jangan seperti lalang, makin lama makin tinggi.
Apalah gunanya ilmu, pangkat, harta yang sementara itu sehingga membuatkan kita meninggi diri.
Saya tergerak hati untuk mengisahkan sesuatu di sini kerna dalam lembaran kehidupan seharian kita, kita akan berhadapan dengan pelbagai jenis ragam manusia, sehingga membuatkan saya gerun, bimbang seandainya terjerumus sama jika berada di kedudukan yang sama. “Nauzubillah Ya Allah, minta dijauhkan sifat terkutuk itu sehinggalah aku bertemu-Mu dengan aman.”
Imam Al-Ghazali pernah berkata, mereka yang bersifat ego tidak segan silu menghina orang lain sama ada di depan khalayak atau belakang serta menolak kebenaran dan nasihat baik yang diajukan kepada dirinya.
Sepatutnya ilmu itu membuatkan diri kita semakin dekat dengan Allah, tetapi malangnya tidak…ilmu yang ada kadangkala membuatkan seseorang itu sombong dengan ketinggian ilmu yang dia ada.
Punya ilmu yang tinggi menggunung, tapi ego, sombong, pemarah, memperlekehkan orang bawahan, mengutuk orang sesuka hati, sentiasa fikir semua yang dilakukannya betul dan orang lain sentiasa salah dan lemah. Bangga diri dengan kedudukannya, pengetahuannya dan pangkatnya.
Begitu bermegah dengan ‘title’ yang diperolehi…Prof…Dr…Ir…Ar…Itu dunia semata-mata. Sombong dengan kejayaan dan pencapaian yang telah tercapai dalam kehidupan…Na’uzubilla.
Jangan kita ingat kejayaan atau pencapaian kita sehingga ke hari ini atau ke tahap ini adalah hasil usaha kita semata-mata. Kadang-kadang kita tidak usaha pun, tapi Allah itu Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, masih memberi apa yang kita impikan.
Begitu susah di alam semester ini untuk kita mencari orang yang seumpama padi, semakin berisi semakin menunduk. Banyak yang kita jumpa manusia seumpama lalang, semakin berisi semakin meninggi, bongkak dan sombong.
Sebab itulah, di alam sekeliling kita hakikatnya banyak lalang daripada padi!
Bangga dengan kejayaan sendiri, meremehkan orang lain yang dianggap kurang berjaya berbanding kita…apa hak kita?
Semuanya ini hanya mampu dikawal dengan sifat rendah diri (tawaduk) dalam hatinya. Hakikatnya seseorang yang punya ilmu tidak mudah dapat mengawal hatinya daripada dihinggapi perasaan ego.
Allah juga mencela sifat ego seperti dalam firmannya dalam Surah An-Nahl ayat 23 yang bermaksud: “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang sombong”.
Mereka yang kurang bernasib baik...
Saya selalu berfikir apakah nasib anak-anak seagama kita yang kurang bernasib baik yang lahir dari keluarga miskin. Keluarga yang kurang bernasib baik yang sememangnya menyukarkan si anak untuk menyambung pengajian ke peringkat yang lebih tinggi kerna ketidakmampuan ibu bapa untuk menanggung perbelanjaan pengajian walaupun pada hakikatnya anak itu adalah anak yang punya otak yang pikat dan pintar.
Saya selalu berfikir bila mana saya melalui kawasan-kawasan pembinaan, lantas saya melihat kepada orang-orang yang sanggup berpanas hujan mencari wang ringgit untuk menanggung keluarga berkerja sebagai buruh binaan.
Selalu terlintas di hati saya, mungkin dia seorang yang pintar, tapi mungkin kurang bernasib baik, tidak mampu menyambung pengajian…lantas hanya mampu menjadi buruh.
‘Jangan kita memandang buruk pada seseorang, mungkin ia lebih baik daripada kita dan lebih baik amalnya’-hadis.
Kita berdoa…
Saya berdoa, kita berdoa…agar bilamana kita dikurniakan kejayaan, kejayaan itu tidak membuatkan kita lalai dan bongkak…bahkan kejayaan itu membuatkan kita menjadi orang yang lebih bersyukur dan lebih bermurah hati untuk menghulurkan pertolongan kepada orang yang kurang bernasib baik.
Kejayaan , kekayaan, kesenangan yang diperolehi seseorang bukan hanya untuk dinikmati oleh orang itu semata-mata…semakin banyak ilmu semakin banyak tanggungjawab yang perlu kita laksanakan.
Kejayaan yang Allah beri ini bukan FREE…!
Di sana ada tanggungjawab dan bebanan yang harus dipikul…
Allah itu Maha Adil…Allah tidak menjadikan kesusahan atau kemiskinan melainkan sebagai ujian
Allah juga tidak jadikan kesenangan dan kejayaan itu melainkan sebagai ujian. Setiap hambaNya memikul amanah sebagai Khalifah Allah mengikut kemampuan yang ada.
Semoga setiap ilmu yang dtuntut itu akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, menjadikan kita orang yang lebih bersyukur, tawadhu’, dan mengerti akan amanah yang perlu dipikul seumpama padi yang menunduk diri.
Cedok air dengan baldi,
Cedok nasi dengan senduk;
Baik dibawa resmi padi,
Semakin berisi semakin tunduk.
No comments:
Post a Comment
Comment Here